Berbicara merupakan bentuk interaksi yang paling mudah dan paling sering dilakukan, tidak sedikit orang yang melakukannya tanpa memperhatikan etika dan pada akhirnya banyak yang celaka atau tersandung masalah karenanya. Dalam hal ini salah satu ayat al-Qur’an

yang menjelaskan bagaiama seorang muslim harus berakhlak dan berbicara dengan baik terdapat dalam QS. al-Ahzab ayat 70-71 yang menjelaskan bagaimana hendaknya seorang muslim harus berbicara dengan hati-hati yaitu dengan baik dan benar sesuai dengan ajaran Islam dan juga akan mendapatkan pahala yang besar apabila selalu berhati-hati dalam bertindak untuk mencerminkan akhlakul karimah dan sesuai dengan ajaran Islam.

Berbicara merupakan bentuk interaksi yang paling mudah dan paling sering dilakukan, tidak sedikit orang yang melakukannya tanpa memperhatikan etika dan pada akhirnya banyak yang celaka atau tersandung masalah karenanya. Berbicara tanpa etika juga dapat menyebabkan perpecahan dan permusuhan. Komunikasi memegang peranan penting dalam kehidupan seharihari, dimana fungsi yang melekat padanya begitu penting yakni menginformasikan (to inform), mendidik (to educate), menghibur (to entertain) dan mempengaruhi (to influence). Apabila ditilik dari ranah Islam, jika kita mau melongok sejarah Islam, ternyata 14 abad silam . Rasullulah SAW sudah memberikan contoh yang sangat nyata tentang pentingnya komunikasi dalam mendakwahkan Islam. Rasullulah pernah bersabda, “Berbicara lah kepada mereka sesuai dengan kadar akalnya”. Oleh karena itu komunikasi harus ditempatkan pada koredor yang benar apabila manusia tidak ingin kehilangan fitrahnya. [1]

Tujuan dari artikel ini bukan hanya untuk mengedukasi namun juga menghimbau kepada masyarakat tentang bahayanya lisan. Seremeh apapun kita berbicara, akan berdampak besar terhadap kehidupan orang lain. Bahkan seorang guru yang tidak berhati hati dalam mengucap dapat merusak masa depan para muridnya. Apalagi orang tua yang tak sedikit sering berbicara kasar terhadap anak dibawah umur. Manusia akan selamat bila ia dapat menjaga perkataannya. Sebagaimana dikatakan dalam pri bahasa arab ( mah fudzot ) “ salamatul insan fi hifdil lisan“

 

Artinya : “keselamatan seseorang adalah dalam menjaga lisannya”

 

Karena itu penulis mengharap agar masyarakat bisa meniru sebagaimana yang Rashul SAW ajarkan baik lisan maupun perbuatan. Islam mengajarkan berkomunikasi itu dengan penuh adab, penuh penghormatan, penghargaan terhadap orang yang diajak bicara, dan sebagainya. Ketika berbicara dengan orang lain, Islam memberikan landasan yang jelas tentang tata cara berbicara. Tata bicara kepada orang lain itu misalnya harus membicarakan hal-hal yang baik, menghindari kebatilan, menghindari perdebatan, menghindari pembicaraan dan permasalahan yang rumit, menyesuaikan diri dengan lawan bicara, jangan memuji diri sendiri, dan jangan memuji orang lain dalam kebohongan. Tata bicara tersebut sedemikian bagusnya diatur dalam Islam. Tata cara berbicara itu diperlukan agar seseorang tidak berbicara kecuali mengenai hal-hal yang baik-baik saja.

Dalam hal menjaga pembicaraan tentu saja memerlukan sebuah akhlak yang baik pada diri seseorang. Untuk membentuk kepribadian dan akhlak yang baik tentu saja membutuhkan latihan, bimbingan dan pengarahan Akhlak memberikan peran penting bagi kehidupan, baik yang bersifat individu maupun kolektif. Tak heran jika kemudian Al-Quran memberikan penekanan terhadapnya, al-Quran meletakkan dasar akhlak yang mulia.4 Pribadi Rasullulah adalah contoh yang paling tepat untuk dijadikan teladan dalam membentuk pribadi yang akhlakul karimah.5 Dalam mempertahankan akhlak yang baik maka dibutuhkan pula akal dan pemikiran yang sesuai dengan ajaran islam.[2]

Komunikasi antar manu sia atau sering kali dikenal dengan human communication atau interpersonal communication merupakan kegiatan penyampaian informasi, berita, pesan atau amanah dari seseorang kepada orang lain dengan harapan agar hal-hal yang diberitahukan bisa diterima, diikuti dan diaplikasikan.8 Kegiatan komunikasi dilaksanakan dengan menggunakan lambang atau kode. Salah satunya yaitu bahasa yang dalam arti luas adalah symbol komunikasi, dan juga sering disebut alat komunikasi. Begitu penting dan besarnya pesan didalam komunikasi sehingga seorang komunikator dalam menyampaikan sebuah pesan sangat di butuhkan aturan-aturan dalam mengirimkan informasi ataupun pesan kepada si penerima (komunikan). Tanpa disadari, manusia cenderung bergaya dan bersikap dengan mengikuti pola dan kebiasaan disekitar lingkungannya. Semakin berkembangnya zaman, keberadaan era dunia maya telah membawa perubahan luar biasa dalam tatanan komunikasi umat manusia. Banyak aspek komunikasi yang telah berubah dengan adanya perkembangan tersebut. Unsur-unsur lama telah banyak bergeser dan telah terimbas oleh keberadaan era dunia maya. Pergeseran tersebut, juga menimpa aspek etika, aspek kebebasan, aspek hukum sebagai akibat keberadaan era dunia maya. Sudah tentu pula ada imbasnya pada sistem komunikasi religius yaitu komunikasi yang bersumber dari Alquran dan hadis.

 

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-ahzab ayat 70-71 :

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا (70) يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا(71)

 

Artinya :

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.

 

Allah Swt. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar tetap bertakwa kepada-Nya dan menyembah-Nya dengan penyembahan sebagaimana seseorang yang melihat-Nya, dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar, yang jujur, tidak bengkok, tidak pula menyimpang. Lalu Allah menjanjikan kepada mereka jika mereka melakukan perintah-perintah-Nya ini, Dia akan memberi mereka pahala dengan memperbaiki amal perbuatan mereka. Yakni Allah memberi mereka taufik untuk mengerjakan amal-amal yang saleh, dan bahwa Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka yang terdahulu. Sedangkan dosa yang akan mereka lakukan di masa mendatang, Allah akan memberi mereka ilham untuk bertobat darinya.

 

Dalam firman-Nya :

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

 

Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar. (Al-Ahzab: 71)

Demikian itu karena dia dihindarkan dari neraka Jahim dan dimasukkan ke dalam surga yang penuh dengan kenikmatan yang kekal.

 

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَوْن، حَدَّثَنَا خَالِدٌ، عَنْ لَيْث، عَنْ أَبِي بُرْدَة، عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ قَالَ: صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الظُّهْرِ، فَلَمَّا انْصَرَفَ أَوْمَأَ إِلَيْنَا بِيَدِهِ فَجَلَسْنَا، فَقَالَ: "إِنَّ اللَّهَ أَمَرَنِي أَنْ آمُرَكُمْ، أَنْ تَتَّقُوا اللَّهَ وَتَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا". ثُمَّ أَتَى النِّسَاءَ فَقَالَ: "إِنَّ اللَّهَ أَمَرَنِي أَنْ آمُرَكُنَّ: أَنْ تَتَّقِينَ اللَّهَ وَتَقُلْنَ قَوْلًا سَدِيدًا"

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Auf, telah menceritakan kepada kami Khalid, dari Lais, dari Abu Burdah, dari Abu Musa Al-Asy'ari yang mengatakan bahwa kami salat Lohor bersama Rasulullah Saw. Setelah selesai dari salatnya beliau berisyarat kepada kami dengan tangannya, lalu kami duduk, dan beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. telah memerintahkan kepadaku agar aku memerintahkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah dan berkata yang benar. Kemudian beliau Saw. mendatangi kelompok kaum wanita, lalu bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. telah memerintahkan kepadaku agar aku memerintahkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah dan berkata yang benar.[3]

 


Etika dan pengertiannya :

Secara etimologi (bahasa) “etika” berasal dari kata bahasa Yunani ethos. Dalam bentuk tunggal, “ethos” berarti tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, perasaan, cara berpikir.1 Dalam bentuk jamak yaitu “ta etha” berarti kebiasaan, kata itu dipakai filsuf Plato dan Aristoteles untuk menerangkan studi mereka tentang nilai-nilai dan cita-cita Yunani. Jadi pertma-tama, etika adalah masalah sifat pribadi yang meliputi apa yang kita sebut menjadi orang baik, tetapi juga merupakan masalah sifat keseluruhan segenap masyarakat yang tepatnya disebut “ethos”nya. Jadi etika adalah bagian dari ethos, usaha untuk mengerti tata aturan sosial yang menentukan dan membatasi tingkah laku kita, khususnya tata aturan yang fundamental, seperti larangan membunuh dan mencuri dan perintah bahwa orang harus “menghormati orang tuanya” dan menghormati hak-hak orang lain yang kita sebut moralitas[4].

Etika merupakan cabang ilmu filsafat yang mencari hakikat nilai baik dan jahat yang berkaitan dengan perbuatan dan tidakan seseorang. Persoalan etika adalah persoalan yang berhubungan dengan eksistensi manusia, untuk segala aspeknya, baik individu maupun masyarakat, baik hubungannya dengan tuhan, dengan sesama manusia, dirinya sendiri, maupun dengan alam disekitarnya, baik yang berkaitan dengan bidang sosial, ekonomi, politik, budaya maupun agama.3 Etika merupakan kebiasaan yang benar dalam pergaulan. Kunci utamanya adalah memperlihatkan sikap penuh santu, rasa hormat terhadap keberadaan orang lain dan mematuhi aturan adat sosial yang berlaku pada lingkungan kita berada.

Dalam filsafat eropa dan amerika modern “etika kerap dipersamakan dengan filsafat moral dan filsuf yang belajar etika disebut “filsuf moral”. Etika merupakan cabang filsafat yang berbicara mengenai tindakan manusia dalam kaitannya dengan tujuan utama hidupnya. Etika membahas baik buruk atau benar tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia serta sekaligus menyoroti kewajiban-kewajiban manusia. Etika mempersoalkan bagaimana manusia seharusnya berbuat atau bertindak. Tindakan manusia ditentukan oleh macammacam norma. Etika menolong manusia untuk mengambil sikap terhadap semua norma dari luar maupun dari dalam , supaya manusia dapat mencapai kesadaran moral yang otonom [5]

Pengertian etika sering disamakan dengan pengertian akhlak pengertian etika sering disamakan dengan pengertian akhla, demikian ilmu akhlak dan etchis. Ada juga ulama yang mengatakan bahwa akhlak adalah etika Islam.4 Etika pada dasarnya punya visi misi universal yang seharusnya bisa diberlakukan bagi setiap manusia disetiap waktu dan tempat. Namun ada kesukaran-kesukaran untuk mewujudkannya, dikarenakan ukuran baik dan buruk menuurt anggapan orang sangatlah relative. Hal tersebut tentu berbeda dengan etika Islam yang kriterianya telah ditentukan secara gamblang dalam al-Quran dan Hadist.[6]

Arti kata etika secara istilah telah banyak dikemukakan oleh para ahli dengan ungkapan yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandang yang mereka gunakan. Diantaranyaa :

 

1.       Ahmad Amin mengartikan etika sebagai ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia pada perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat

2.       Kihajar Dewantara mengartikan etika adalah ilmu yang mempelajari segala soal kebaikan (dan keburukan) di dalalm hidup manusia semuanya, teristimewa yang mengenai gerak-gerik fikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan perasaan, sampai mengenai tujuannya yang dapat merupakan perbuatan.

3.       Frankena berpendapat sebagaimana teertulis dalam encyclopedia britanica,mengenai arti kata etika adalah sebagai cabang filsafat, yakni filsafat moral atau pemikiran filsafat tentang moralitas, problem moral, dan pertimbangan moral yaitu sebuah studi yang sistematik mengenai sifat dasar daari konsep-konsep nilai baik, buruk, benar, salah , dan sebagainya terutama yang berkaitan dengan perbuatan manusia

4.       Austin Fogothey mengemukakan bahwa etika itu berhubungan dengan seluruh ilmu pengetahuan tentang manusia dan masyarakat seperti antropologi, psikologi, sosiologi, ekonomi, ilmu politik, dan ilmu hukum.

 

Etika berbicara dalam islam

Pengertian Etika Berbicara

Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, sebagaimana dikutip Abuddin Nata, etika diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Dari pengertian ini etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia.

Adapun pengertian etika dari segi istilah telah dikemukakan para ahli dengan ungkapan yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangnya

Menurut Soegarda Poerbakawatja mengartikan etika sebagai filsafat nilai, kesisilaan tentang baik buruk, serta berusaha mempelajari nilai-nilai dan merupakanjuga pengetahuan tentang nilainilai itu sendiri.

Berikutnya dalam Encyclopedia Britania, etika dinyatakan sebagai filsafat moral, yaitu studi yang sistematis mengenai sifat dasar konsep-konsep nilai baik, buruk, benar, salah, dan sebagainya.

Selanjutnya Frankena, sebagai dikutip Ahmad Charris Zubair mengatakan bahwa etika adalah sebagai cabang filsafat moral atau pemikiran filsafat tentang moralitas, problem moral, dan pertimabngan moral [7]

Ahmad Amin menjelaskan bahwa etika adalah suatu penegtahuan yang menjelaskan tentang arti baik dan buruk, yang menerangkan apa yang seharunya dilakukan oleh seseorang kepada yang lain, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunujukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat

Sedangkan etika menurut Hamka berarti membicarakan masalah baik dan masalah buruk dari perbuatan manusia. Berbicara baik dan buruk dari perbuatan manusia berarti membicarakan masalah nilai, nilai baik dan buruk. Penilaian baik dan buruk dari perbuatan manusia, menurut Hamka dapat diketahui oleh akal manusia.[8]

Dalam hal ini Hamka memberikan batasan etika disamping membicarakan masalah yang baik dan buruk, juga membicarakan apa yang wajib dikerjakan dan apa yang wajib ditinggalkan atau dijauhi, tampaknya Hamka tidak sekedar mengikuti aliran “etika keutamaan” atau etika “kebijaksanaan”, tetapi juga mengikuti aliran “etika kewajiban”. Dari uraian diatas yang dimaksud dengan etika keutamaan mengarahkan fokus perhatiannya pada keberadaan manusia, berbeda dengan etika kewajiban yang menekankan pada segi apa yang dikerjakan manusia. Etika keutamaan menjawab pertanyaan “saya harus menjadi orang yang bagaimana. Sedangkan etika kewajiban akan menjawab pertanyaan “ saya harus melakukan apa”

Etika dapat dibedakan menjadi dua macam (Keraf: 1991: 23), yaitu sebagai berikut:

1.Etika deskriptif

Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya Etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Dapat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis.

2.   Etika Normatif

Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan normanorma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.

Perguruan tinggi merupakan suatu lingkungan pendidikan tinggi bukan merupakan lingkungan yang eksklusif. Dengan demikian, maka kampus merupakan komunitas atau masyarakat yang tersendiri yang disebut masyarakat akademik (academic community). Di dalam kampus terdapat kegiatan-kegiatan dan tata aturan yang lain dari yang lain. Oleh karena itu, kampus menjadi semacam lembaga akademik dan jalinan antarkampus memiliki suasana yang khas, yaitu suasana akademik (academic atmosphere). Ciri-ciri masyarakat akademik yaitu kritis, objektif, analitis, kreatif dan konstruktif, terbuka untuk menerima kritik, menghargai waktu dan prestasi ilmiah, bebas dari prasangka, kemitraan dialogis, memiliki dan menjunjung tinggi norma dan susila akademik serta tradisi ilmiah, dinamis, dan berorientasi kemasa depan. (Widyanto, 2007).

Sebagai contoh dapat dikemukakan beberapa standar etika akademik, direpresentasikan sebagai etika dosen dan etika mahasiswa, yang akan memberikan jaminan mutu proses interaksi dosen-mahasiswa dan suasana akademik yang kondusif, misalnya seperti berikut :

 

 

1.    Etika Dosen

Dosen adalah sebuah pilihan profesi mulia dan secara sadar diambil oleh seseorang yang ingin terlibat dalam proses mencerdaskan anak bangsa. Untuk itu dosen wajib untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan kualitasnya dalam kerangka melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi secara berkelanjutan dan bertanggungjawab. Berkaitan dengan hal-hal tersebut seorang dosen harus mematuhi beberapa etika akademik yang berlaku bagi dosen pada saat melaksanakan kewajiban serta tanggung-jawabnya.

Kalau perlu etika akademik (dosen) ini diabarkan menjadi peraturan atau kontrak kerja yang mengikat, serta diikuti dengan sanksi akademik maupun kepegawaian bagi mereka yang melakukan pelanggaran. Sebagai contoh, kalau kewajiban utama seorang dosen adalah meningkatkan aspek kognitif dari mahasiswa, maka ketidakhadiran seorang dosen dalam proses pembelajaran yang terlalu sering tidak hanya melanggar etika akademik, tetapi juga melanggar peraturan, komitmen, tanggung jawab dan sangat tidak profesional. Maka dari pada itu haruslah ada sanksi yang tegas dari instansi atau kelembagaan yang berwenang.

Ketika seseorang mampu mengendalikan diri dengan menjaga sikap sopan santun dan ber etika, tentu mereka juga akan menjaga lisan mereka dari perkataan yang tidak baik. Tidak mungkin seseorang dikatakan beretika hanya dilihat dari sisi perbuatan.

2.    Eika Mahasiswa

Mahasiswa sebagai salah satu unsur civitas akademika yang merupakan obyek dan sekaligus subyek dalam proses pembelajaran juga perlu memiliki, memahami dan mengindahkan etika akademik khususnya pada saat mereka sedang berinteraksi dengan dosen maupun sesama mahasiswa yang lain pada saat mereka berada dalam lingkungan kampus.

Bagi seorang mahasiswa, etika dapat menjadi alat control di dalam melakukan suatu tindakan. Mahasiswa harus menyadari bagaimana peranan etika dalam kehidupannya dan bagaimana seharusnya mampu beretika dalam lingkungannya. Oleh karena itu, makna etika harus lebih benar-benar dipahami dan diaplikasikan dalam pembentukan karakter seorang penerus bangsa di masa-masa yang akan dating.

Mahasiswa mempunyai berbagai hak, kewajiban dan larangan (serta sanksi apabila melanggar) selama berada di lingkungan akademik. Salah satu yang menjadi hak mahasiswa adalah menerima pendidikan dan pengajaran serta pelayanan akademik. Disamping itu mahasiswa juga memiliki hak untuk bisa menggunakan semua prasarana dan sarana maupun fasilitas kegiatan kemahasiswaan yang tersedia dalam rangka penyaluran bakat, minat serta pengembangan diri.

Kegiatan kemahasiswaan seperti pembinaan sikap ilmiah, sikap hidup bermasyarakat, sikap kepemimpinan dan sikap kejuangan merupakan kegiatan kokurikuler dan ekstra-kurikuler yang bertujuan untuk menjadikan mahasiswa lebih kompeten dan profesional. Mahasiswa tidak cukup hanya memiliki pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill), tetapi juga sikap mental (attitude) yang baik.

Dalam rangka meningkatkan kompetensi, mahasiswa tidak cukup hanya menguasai iptek sebagai gambaran tingkat kemampuan kognitif maupun psikomotorik, melainkan harus pula memiliki sikap profesional, serta kepribadian yang utuh. Oleh karena itu, dipandang perlu adanya sebuah pedoman yang bisa dijadikan sebagai rambu, standar etika ataupun tatakrama bersikap dan berperilaku di lingkungan kampus, yang di dalamnya memuat garis-garis besar mengenai nilai-nilai moral dan etika yang mencerminkan masyarakat kampus yang religius, ilmiah dan terdidik. Sebagai cermin masyarakat akademik yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan kesopanan, maka mahasiswa wajib menghargai dirinya sendiri, orang lain, maupun lingkungan akademik di mana mereka akan berinteraksi dalam proses pembelajaran.Sejatinya, pendidikan tidak hanya bertujuan untuk mengembangkan keilmuan, tetapi juga membentuk kepribadian, kemandirian, keterampilan sosial, dan karakter (Zuchdi, 2010).[9]

 

Secara politis, kehidupan kenegaraan didasari pada nilai yang berasal dari agama. Dan sumber yang kedua adalah Pancasila. Negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut dengan Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut lagi dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi Warga Negara yang lebih baik, yaitu Warga Negara yang memiliki kemampuan, kemauan dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sebagai Warga Negara. Budaya sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak disadari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat tersebut. Nilai-nilai budaya tersebut dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota masyarakat tersebut. Posisi budaya yang demikian penting dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa. Pendidikan didefinisikan sebagai humanisasi (upaya memanusiakan manusia), yaitu suatu upaya dalam rangka membantu manusia (peserta didik) agar mampu hidup sesuai dengan martabat kemanusiaannya (Wahyudin, 2009: 1.29). Pendidikan didapatkan dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Pendidikan yang pertama kali diberikan adalah dari lingkungan keluarga kemudian sekolah dan masyarakat.

 

 

Buliyying dan dampak buruknya

Bullying adalah bentuk-bentuk perilaku kekerasan di mana terjadi pemaksaan secara psikologis ataupun fisik terhadap seseorang atau sekelompok orang yang lebih “lemah” oleh seseorang atau sekelompok orang. Pelaku bullying yang biasa disebut bully bisa seseorang, bisa juga sekelompok orang, dan ia atau mereka mempersepsikan dirinya memiliki kekuasaan untuk melakukan apa saja terhadap korbannya.

Korban juga mempersepsikan dirinya sebagai pihak yang lemah, tidak berdaya dan selalu merasa terancam oleh bully (Jurnal Pengalaman Intervensi Dari Beberapa Kasus Bullying, Djuwita, 2005:8; Ariesto 2009). Menurut Ken Rigby dalam Astuti (2008:3; Ariesto, 2009) bullying merupakan sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan ke dalam perilaku yang menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau sekelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang

Kasus bullying di Indonesia nyatanya semakin marak terjadi. Seorang siswi SMA asal Riau bernama Elva Lestari, remaja berusia 16 tahun yang bersekolah di SMAN I Bangkinang, Kampar, Riau, ditemukan tewas akibat bunuh diri. Elva diduga nekat menceburkan diri ke dalam sungai karena tak tahan selalu diejek “anak orang gila” oleh teman-temannya lantaran Ayahnya mengidap gangguan jiwa. Elva juga mengalami tekanan fisik yang juga dilakukan oleh teman-teman sekolahnya. (https://news.detik.com/berita/d3581618/selain-dibully-siswi-sma-bunuh-diri-diriau-alami-tekanan-fisik dikutip pada 2 Agustus 2017)

Hingga pertengahan tahun 2017, Kementerian Sosial (Kemensos) telah menerima 117 kasus mengenai bullying. Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memaparkan bahwa sejak tahun 2011 hingga 2016 telah ditemukan sekitar 253 kasus bullying. Jumlah tersebut terdiri dari 122 anak yang menjadi korban dan 131 anak yang menjadi pelaku (CNN Indonesia, 2017). Jumlah tersebut menunjukkan bahwa kasus bullying di Indonesia merupakan masalah sosial yang cukup serius. Selain karena jumlah kasus yang meningkat, bullying juga memiliki dampak negatif yang dapat membahayakan segala yang terlibat, khususnya bagi korban.

 

Bullying memberikan dampak negatif kepada tugas perkembangan remaja korbannya untuk menerima keadaan fisik dan menggunakannya secara efektif. Menjadi korban bullying terutama yang menyinggung kondisi fisik membuat remaja menjadi sedih, marah, rendah diri, dan membenci dirinya sendiri. Hal tersebut kemudian menyebabkan korban tidak menerima kondisi fisiknya dengan senang, selalu mengeluhkan penampilan fisiknya, dan selalu mencemaskan kondisi fisiknya yang tidak sesuai dengan keinginannya.

Menjadi korban bullying tidak mempengaruhi korbannya dalam mencapai peran sosialnya sesuai dengan jenis kelaminnya. Remaja yang menjadi korban bullying dalam kasus ini tetap memiliki sifat feminim dalam berpenampilan, berpakaian, dan bersikap. Mereka juga menunjukkan sikap menerima pernikahan serta peran mereka sebagai istri dan ibu. Hal ini diakibatkan oleh secara budaya, penanaman nilai-nilai dan pemahaman seputar peran gender telah diterapkan sejak usia dini, sehingga pemahaman tersebut menjadi kuat dan sulit terpengaruhi oleh pengalamanpengalaman buruk yang terjadi pada individu, termasuk bullying [10]

         Tentunya pasti kita pernah merasakan apa yang namanya Buliyying, sebagian orang menganggap bahwa buliying adalah suatu candaan yang remeh, namun mereka tidak tahu betapa besar dampak buruk yang mereka berikan. Bisa jadi karena kasus ini korban menjadi kurang percaya diri, tidak memiliki jati diri sehingga memiliki psikis yang lemah dan mudah untuk dipengaruhi. Apalagi korban yang masih dibawah umur dan belum bisa membedakan mana yang baik dan mana yang benar. Belum bisa menyaring setiap perkataan orang lain yang masuk ke dalam telinganya.

 

Komunikasi Interpersonal Dan Ruang Lingkupnya

 

Pengertian Komunikasi Interpersonal

Komunikasi adalah salah satu dari aktivitas manusia yang dikenali semua orang namun sangat sedikit yang dapat mendefinisikan secara memuaskan.16 Komunikasi sering kali menjadi topik yang kerap kali diperbincangkan, tidak hanya dikalangan ilmuan dan pakar komunikasi, melainkan juga dikalangan awam. Hal tersebut memiliki banyak pengertian yang beragam sehingga kata komunikasi memiliki banyak pemahaman atau arti yang berlainan.

Istilah komunikasi dalam bahasa inggris disebut communication yang berasal dari bahasa latin communicatio atau communicare yang berarti “membuat sama”. Bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna yang disampaikan sehingga ketika dua orang terlibat dalam bentuk komunikasi masal dalam bentuk beragam maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang diperbincangkan. Kesamaan bahasa yang dipergunakan belum tentu menimbulkan keesamaan makna. Dengan kata lain, mengerti bahasa saja belum tentu memahami yang di maksudkan. Jadi apa bila keduaduanya selain mengerti bahasa apa yang dipergunakan juga mengerti makna maka aktivitas tersebut dapat dikatakan komunikatif.

Komunikasi secara luas diartikan setiap bentuk tingkah laku seseorang baik verbal maupun non verbal yang ditanggapi oleh orang lain komunikasi mencakup pengertian yang lebih luas dari sekedar wawancara. Setiap tingkah laku mengungkapkan pesan tertentu, sehingga juga merupakan bentuk komunikasi.18 secara sempitnya pengertian komunikasi adalah sebagai pesan yang dikirimkan oleh seseorang kepada satu atau lebih penerima dengan maksud sadar untuk mempengaruhi tingkah laku si penerima. Dalam setiap bentuk komunikasi setidaknya dua orang saling mengirimkan lambanglambang yang memiliki makna tertentu. Lambing-lambang tersebut bias bersifat verbal yang berupa kata-kata , atau bersifat nonverbal berupa ekspresi atau ungkapan tertentu atau gerak tubuh

Komunikasi dalam bentuknya dibagi menjadi tiga bagian, diantaranya komunikasi personal, kelompok, dan massa. Pertama, komunikasi personal terdapat dua bagian, yaitu komunikasi intrapersonal dan interpersonal, intrapersonal merupakan komunikasi yang berlangsung dalam diri, sedangkan interpersonal adalah komunikasi tatap muka secara verbal ataupun nonverbal. Kedua, komunikasi kelompok meliputi komunikasi yang berlangsung pada satu komunitas yang terbingkai oleh institusi. Ketiga, komunikasi massa yang memanfaaatkan media massa seperti radio, pres, dan televisi.[11]

 

Kesimpulan

Etika berbicara baik dalam cara dan muatan pesan perlu diperhatikan, dalam konteksnya etika terkait dengan cara bagaimana pengucapan, dan intonasi yang disampaikan. Sedangkan pesan yang diisampaikan meliputi pemilihan kata, konotasi pesan, dan kebenaran pesan. Tanpa etika, pembicaraan akan menimbulkan berbagai macam problem dalam komunikasi,seperti ketika berbohong, membentak dan mengumpat, maka akan mengakibatkan perselisihan, menimbulkan kesalahfahaman, memberikan kesan negative dan lain sebagainya.

Kita dapat melihat kepribadian seseorang hanya cukup dengan cara melihat dia berbicara. Karena apa yang ada di dalam hati dan fikiran akan dikeluarkan secara alamiah dari mulut kita. Itulah sebabnya dalam pri bahasa arab dikatakan “keselamatan manusia terletak dalam menjaga lisannya”. Tentu kita sendiri pasti akan merasa nyaman bila dekat dengan orang orang yang memiliki kepribadian sopan dan menyenangkan ketika berbicara. Karena komunikasi adalah kebutuhan hidup yang tidak bisa kita hindari.

Penulis mengharap semoga dengan dibuatnya artikel ini, pembaca dapat memahami dengan baik dan benar, lalu mengamalkannya dalam kehidupam bermasyarakat yang baik dan sehat. Semoga apa yang kita niatkan dari awal akan mendatangkan timbal balik positif  kepada kita


.




[1] Umar Faruq Thohir, Etika Islam dan Transformasi Global (Yogyakarta, Pustaka Ilmu, 2013), 115.

[2] Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), 103-104

[3] Tafsir Ibnu Katsir, QS Al-ahzab 70-71

[4] Muhammad Mufid, Etika Dan Filsafat Komunikasi, (Jakarta : Kencana, 2012), 173.

[5] Robert C. Solomon , Etika Suatu Pengantar, Terj. Andre Karo-Karo (Jakarta : Erlangga, 1984), 5.

[6] Musa Asy’ari, Filsafat Islam Sunnah Nabi Dalam Berpikir, (Yogyakarta : Lesfi, 2002), 89.

[7] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia (Jakarta: Rajawali Pres, 2014), 75-76.

[8] Abdul Haris, Etika Hamka (Jogyakarta: LKiS Printing Cemerlang, 2010), 34.

[9] Sri Hudiarini, Penyetaraan Etika Bagi Masyarakat Akademik Di Kalangan Dunia Pendidikan Tinggi, Jurnal Moral Kemasyarakatan – Vol.2, No.1, Juni 2017 Hal. 1-3

[10] Ela Zain Zakiyah, Dampak Buliyying Pada Tugas Perkembangan Remaja Korban Bulliying, Vol. 1 No : 3 Universitas Padjajaran 2018

[11] A. Supratiknya, Komunikasi Antar Pribadi : Tinjauan Psikologis, ( Yogyakarta : Kanisus, 1995), 30.